Rabu, 06 November 2013
Minggu, 03 November 2013
Sabtu, 02 November 2013
Sepuluh Tahun Lalu
Sepuluh Tahun Lalu
Sihabudin Ahmadaiky
“M”asihkah kau
ingat …
“A”ku yang dulu
tersenyum bersamamu
“S”etiap kali mentari
menyapa
“A”ku hadir
menemani hari-harimu
“K”enangan
terungkap dalam museumku
“E”jek tawa kita
bersama
“C”erita gembira
kita bersama
“I”ngin kuulangi
masa-masa itu
“L”angkah kecil
insan dengan senyum simpul di bibirnya
“K”epada Tuhan
aku berharap …
“U”ntuk menjabat
tanganmu lagi
Dulu ia temanku bermain. Dulu ia
temanku tertawa. Tak kenal waktu, tak kenal tempat. Dulu sering berkelana dalam
rel kereta, dulu saat pemikiranku masih anak-anak. Bermain seharian di sungai,
menangkap ikan-ikan kecil, mengarungi pematang sawah, dan berburu senyuman di
gedung-gedung tua.
Bermain petak umpet dulu terasa
sangat mengasyikkan. Ingin kuulangi lagi, namun harus kusadari kini waktuku
untuk itu sudah tidak lagi ada. Aku sekarang tengah beranjak dewasa, semakin
menjauh dari kenangan lama. Tak lagi kuingat namamu, senyummu, dan
bayang-bayangmu yang kuinjak dengan sepatuku.
Entah kini kalian ada di mana,
bagaimana kabarnya, dan tengah mengingat apa. Aku di sini perlahan-lahan
mengenang permainan bodoh kita, dulu sewaktu aku dan kamu masih polos dan lugu.
Kini sejumlah racun-racun dunia tengah mengusik kita. Usia, jarak, status,
adalah penghalangku untuk melakukan yang dulu tak ingin kita tinggalkan
Ingatkah kamu saat kita bermain di
hamparan luas? Menaikkan layang-layang, berayunan di ranting pepohonan, dan
memanjat tembok-tembok di stasiun itu?
Ingatkah kamu saat kita menangis
karena matahari hampir pergi? Orangtua menjemput dan memarahiku yang tak kenal
waktu?
Bahkan aku lupa kapan terakhir kali
kujabat tanganmu, bahkan aku lupa kalau di antara kita pernah ada perpisahan.
Sihabudin Ahmadaiky
Salah Jatuh Cinta
Salah Jatuh Cinta
Sihabudin Ahmadaiky
“S”alju lembut
yang dingin
“A”langkah manis
bila dipegang
“L”eleh bersama
matahari
“A”kan mengalir
menjadi air
“H”anyalah
singkat dan sesaat
“J”urang yang
dalam yang tak terlihat
“A”dalah
tempatku kembali di jiwa yang tersesat
“T”anpa
siapa-siapa tanpa apa-apa
“U”ntuk berlari
menjauh dari kenyataan
“H”anya untuk
bermimpi dan bermimpi lagi
“C”erita yang
sulit untuk dipertahankan
“I”barat musim
semi yang datang di kala hujan
“N”amun, itu hanyalah
kenangan
“T”erimakasih
telah memberiku sebuah pelajaran
“A”G XXXX XX
Ia menikmati perjalanan cerita yang
bermula dari interaksi manusia. Ia menyapa bersama derap-derap langkah yang
berujung pada suatu pertemuan. Ia bertemu, mengucapkan selamat datang. Ia
gembira menyambut sebuah pelabuhan yang akan ia tinggali beberapa waktu mendatang.
Sesekali ia tersenyum dalam
kegelapan, mengelus lembut tangan-tangan mungil dan menatap dalam menuju bola
matanya. Dinikmatinya sentuhan-sentuhan alami yang menjadikannya satu-satunya,
namun perlahan dan pasti, ia merasakan kejanggalan. Ia menjauh pelan namun
raganya mendekat.
Kini ia benar-benar sadar akan apa
yang tengah dilihatnya sekarang. Ia benar-benar mengerti siapa yang dipilihnya
sekarang, ia salah langkah, ia terjebak dan tak bisa kembali. Namun, beruntung
didapatinya sebuah jendela dari dinding-dinding hatinya. Ia keluar dan
menyadari bahwa orang yang dicintainya adalah seorang petualang.
Sihabudin Ahmadaiky
Selamat Datang Cinta
Selamat Datang Cinta
Sihabudin Ahmadaiky
“S”atu hati yang
semula sendiri
“E”nggan
menyapa, enggan menjawab
“L”aksana bulan
terang yang bisu
“A”ku yang
semula sendiri
“M”alas bicara,
malas melihat
“A”antara insan
insan kecil yang berjalan
“T”ak tentu arah
tak tentu tujuan
“D”ua hati yang
kini bersatu
“A”ntara hatiku
dan hatimu
“T”akkan ada
dinding yang tinggi
“A”ntara cintaku
dan cintamu
“N”an sunyi
namun abadi
“G”elorakan rasa
yang semoga tak akan mati
“C”erita cinta yang kini
kumulai
“I”ndah dalam
nyanyian malam
“N”yanyian yang
kita lagukan
“T”anpa siapapun
selain kamu sayang
“A”G XXXX XX
Bertatapan
tanpa bicara mampu membuatnya bahagia, berkenalan tanpa senyuman pun sudah
membuatnya gembira. Kini ia melangkahkan kaki bersama, ia menunjukkan
cerita-cerita cinta antara dua orang yang saling mencintai. Ia bahagia dalam
jangka waktu yang ia harap tak akan ada akhirnya.
Ia pun bercengkrama dalam trotoar,
tempat dijualnya jagung bakar manis yang pertama kali ia rasakan, seperti yang
pertama kali ia temukan. Ia memandang sekeliling kota, ditemukannya pohon,
rumput, dan mainan jungkat-jungkit. Ia berlarian, ia mengejar matahari yang
telah didapatnya, entah orang sinting mana yang mengaku sinting. Orang gila
mana yang mengaku gila selain mereka yang sedang jatuh cinta?
Sihabudin Ahmadaiky
Langganan:
Komentar (Atom)



