Sabtu, 02 November 2013

Sepuluh Tahun Lalu



Sepuluh Tahun Lalu
Sihabudin Ahmadaiky

“M”asihkah kau ingat …
“A”ku yang dulu tersenyum bersamamu
“S”etiap kali mentari menyapa
“A”ku hadir menemani hari-harimu

“K”enangan terungkap dalam museumku
“E”jek tawa kita bersama
“C”erita gembira kita bersama
“I”ngin kuulangi masa-masa itu
“L”angkah kecil insan dengan senyum simpul di bibirnya
“K”epada Tuhan aku berharap …
“U”ntuk menjabat tanganmu lagi



Dulu ia temanku bermain. Dulu ia temanku tertawa. Tak kenal waktu, tak kenal tempat. Dulu sering berkelana dalam rel kereta, dulu saat pemikiranku masih anak-anak. Bermain seharian di sungai, menangkap ikan-ikan kecil, mengarungi pematang sawah, dan berburu senyuman di gedung-gedung tua.

Bermain petak umpet dulu terasa sangat mengasyikkan. Ingin kuulangi lagi, namun harus kusadari kini waktuku untuk itu sudah tidak lagi ada. Aku sekarang tengah beranjak dewasa, semakin menjauh dari kenangan lama. Tak lagi kuingat namamu, senyummu, dan bayang-bayangmu yang kuinjak dengan sepatuku.

Entah kini kalian ada di mana, bagaimana kabarnya, dan tengah mengingat apa. Aku di sini perlahan-lahan mengenang permainan bodoh kita, dulu sewaktu aku dan kamu masih polos dan lugu. Kini sejumlah racun-racun dunia tengah mengusik kita. Usia, jarak, status, adalah penghalangku untuk melakukan yang dulu tak ingin kita tinggalkan

            Ingatkah kamu saat kita bermain di hamparan luas? Menaikkan layang-layang, berayunan di ranting pepohonan, dan memanjat tembok-tembok di stasiun itu?
            Ingatkah kamu saat kita menangis karena matahari hampir pergi? Orangtua menjemput dan memarahiku yang tak kenal waktu?

Bahkan aku lupa kapan terakhir kali kujabat tanganmu, bahkan aku lupa kalau di antara kita pernah ada perpisahan.

Sihabudin Ahmadaiky

Tidak ada komentar:

Posting Komentar