Sepuluh Tahun Lalu
Sihabudin Ahmadaiky
“M”asihkah kau
ingat …
“A”ku yang dulu
tersenyum bersamamu
“S”etiap kali mentari
menyapa
“A”ku hadir
menemani hari-harimu
“K”enangan
terungkap dalam museumku
“E”jek tawa kita
bersama
“C”erita gembira
kita bersama
“I”ngin kuulangi
masa-masa itu
“L”angkah kecil
insan dengan senyum simpul di bibirnya
“K”epada Tuhan
aku berharap …
“U”ntuk menjabat
tanganmu lagi
Dulu ia temanku bermain. Dulu ia
temanku tertawa. Tak kenal waktu, tak kenal tempat. Dulu sering berkelana dalam
rel kereta, dulu saat pemikiranku masih anak-anak. Bermain seharian di sungai,
menangkap ikan-ikan kecil, mengarungi pematang sawah, dan berburu senyuman di
gedung-gedung tua.
Bermain petak umpet dulu terasa
sangat mengasyikkan. Ingin kuulangi lagi, namun harus kusadari kini waktuku
untuk itu sudah tidak lagi ada. Aku sekarang tengah beranjak dewasa, semakin
menjauh dari kenangan lama. Tak lagi kuingat namamu, senyummu, dan
bayang-bayangmu yang kuinjak dengan sepatuku.
Entah kini kalian ada di mana,
bagaimana kabarnya, dan tengah mengingat apa. Aku di sini perlahan-lahan
mengenang permainan bodoh kita, dulu sewaktu aku dan kamu masih polos dan lugu.
Kini sejumlah racun-racun dunia tengah mengusik kita. Usia, jarak, status,
adalah penghalangku untuk melakukan yang dulu tak ingin kita tinggalkan
Ingatkah kamu saat kita bermain di
hamparan luas? Menaikkan layang-layang, berayunan di ranting pepohonan, dan
memanjat tembok-tembok di stasiun itu?
Ingatkah kamu saat kita menangis
karena matahari hampir pergi? Orangtua menjemput dan memarahiku yang tak kenal
waktu?
Bahkan aku lupa kapan terakhir kali
kujabat tanganmu, bahkan aku lupa kalau di antara kita pernah ada perpisahan.
Sihabudin Ahmadaiky
Tidak ada komentar:
Posting Komentar